Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus mendorong kolaborasi dan sinergi dengan berbagai pihak, dalam penanganan tuberculosis (TBC), khususnya temuan kasus TBC di masyarakat. Pasalnya, TBC merupakan penyakit menular yang menjadi masalah bersama.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sumarno, saat Peluncuran USAID Bebas TB Tingkat Provinsi Jawa Tengah dan 0enyusunan Rencana Kerja Terpadu, “Bersama Menuju Eliminasi dan Bebas dari TB”, di Hotel Haris, Rabu (30/1/2024).
Sumarno menjelaskan, di Jawa Tengah temuan kasus TBC sudah terhitung tinggi, bahkan tertinggi di Indonesia. Menurutnya, temuan kasus memang mesti didorong, agar dapat dilakukan penanganan lebih baik, seperti slogan penanganan TBC, yakni TOSS, temukan, obati sampai sembuh.
“Temukan saja itu butuh effort. Makanya, penanganan TBC tidak bsa parsial, tapi butuh upaya kolaboratif,” beber Sekda.
Dia menunjuk contoh yang dilakukan Pemprov Jateng. Di mana bicara masalah yang ada di masyarakat, misalnya stunting, kemiskinan, TBC, dan lain-lain, sasarannya sama, yakni masyarakat. Untuk itu, ketika terjun ke satu desa atau wilayah, seluruh dinas diminta berkolaborasi dalam melakukan penanganan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Irma Makiyah menambahkan, pengelolaan TBC di provinsi ini menduduki peringkat pertama nasional. Temuan kasus TBC terhitung tinggi, dari target 90 persen pada 2023, tercapai 115 persen.
“Tahun 2023 ini, dari estimasi 73.856 (orang), tapi cakupan temuannya mencapai 85.071 (orang), atau 115 persen, (besaran itu) di atas nasional. Cakupan temuan terbanyak Kabupaten Tegal, nomor satu nasional,” ungkapnya.
Kendati begitu, selain terus berupaya menemukan kasus, pihaknya terus fokus melakukan upaya pencegahan TB, bekerja sama dengan banyak pihak, termasuk, Tim Penggerak PKK.
Irma juga mengapresiasi pendampingan yang dilakukan USAID di lima kabupaten/kota, yakni Kota Semarang, Surakarta, Kabupaten Kudus, Tegal, dan Cilacap, selama lima tahun mulai Juli 2023 sampai Juli 2028. Sehingga, diharapkan Jawa Tengah bisa bebas TBC pada 2030.
Sementara, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan RI, Imran Pambudi, membeberkan, kasus TBC masih menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, TBC merupakan penyakit yang berisiko pada kematian. Dalam satu tahun, diperkirakan 134 ribu kematian. Artinya, setiap jam ada 15 kematian akibat TBC.
Ditambahkan, tidak hanya membunuh, yang memberatkan adalah jika TBC menimpa anak-anak. Apalagi, jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, peningkatan kasus TBC cukup tajam.
“Secara nasional, temuan kasus TBC sebesar 40 persen, temuan TBC anak sampai 250 persen. Ini menjadi perhatian, karena ada hubungan dengan stunting. Jika gizi jelek, anak mudah stunting. Dan anak dengan TBC, gizinya jelek,” ujar Imran.
Dikatakan, program USAID Bebas TBC menjangkau empat provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Utara, mengingat temuan kasus di tempat tersebut terhitung tinggi. Sehingga, jika TBC di empat provinsi itu tertangani, sama dengan sudah membereskan TBC di Indonesia hingga 60-70 persen.